Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) adalah lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan pasca-pendidikan menengah atas bidang ilmu budaya di Universitas Gadjah Mada. FIB, yang merupakan bagian UGM, diselenggarakan dengan landasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pancasila, dan ilmu budaya sebagai sumber inspirasi, kekuatan moral pemersatu bangsa, dan penyemaikan nilai-nilai tersebut agar tumbuh subur dalam diri lulusannya.
Sejalan dengan Peraturan Rektor UGM No. 809/P/SK/HT/2015 tentang Stuktur Organisasi dan Tata Kelola Fakultas di Lingkungan UGM, Fakultas Ilmu Budaya menyusun struktur organisasi baru yang berbeda dengan struktur organisasi sebelumnya. Perubahan struktur organisasi dan tata kelola dilakukan dengan melebur jurusan/program studi (Antropologi, Arkeologi, Sejarah, Pariwisata, Sastra dan Bahasa) menjadi departemen. Fakultas Ilmu Budaya mengajukan pembentukan lima departemen, yakni: Departemen Antropologi, Departemen Arkeologi, Departemen Sejarah, Departemen Bahasa dan Sastra, dan Departemen Antarbudaya. Empat departemen terdahulu sudah memiliki sejarah panjang sebagai Jurusan di bidangnya masing-masing, sedangkan Departemen Antarbudaya adalah departemen baru yang akan mewadahi kajian-kajian transnasional.
Perubahan jurusan menjadi lima departemen sebagaimana disebutkan terdahulu, selain merupakan wujud dari perbaikan tata kelola fakultas, adalah respons keilmuan terhadap paradigma baru kebudayaan. Merujuk pada dokumen Konsep Kebudayaan yang digagas oleh Fakultas Ilmu Budaya dan telah disahkan oleh senat pada tahun 2015, satu perspektif penting yang perlu dimunculkan adalah mengenai cara pandang terhadap kebudayaan itu sendiri yang bersifat dinamis.Cara pandang mengenai Kebudayaan yang bersifat dinamis ini menjadi salah satu faktor untuk mengembangkan kurikulum Fakultas Ilmu Budaya.
Dalam Konsep Kebudayaan Fakultas Ilmu Budaya UGM tersebut, kebudayaan tidak dilihat sebagai produk yang statis tetapi sebagai sebagai sebuah proses yang berlangsung secara terus-menerus. Relasi antara tiga elemen kebudayaan, yakni gagasan, perilaku, dan benda bersifat dinamis dan berhubungan dengan konteks historis masyarakatnya. Dengan merujuk pada konsep kebudayaan yang bersifat dinamis dan dialektis tersebut, batas-batas antara gagasan, perilaku, dan benda semakin mengabur dalam satu konsep yang disebut dengan wacana. Ada keterkaitan antara yang fisik, yang sosial, dan yang simbolis yang ketiganya berhubungan satu sama lain dalam praktik diskursif.
Seperti dijelaskan di dalam Konsep Kebudayaan Fakultas Ilmu Budaya UGM (2015), praktik diskursif berhubungan erat dengan praktik kekuasaan yang dengan sadar memperhatikan bahwa di dalam setiap relasi sosial selalu ada relasi kuasa yang saling bersaing dan melakukan tawar menawar. Tujuannya adalah untuk mengurangi tawar menawar dalam distribusi kekusasaan tersebut dalam rangka mengurangi ketimpangan di antara pihak-pihak yang berada di dalam arena kekuasaan tersebut. Pihak-pihak yang berada di dalam arena kekuasaan tersebut semuanya memiliki kekuatan-kekuatan diskursif yang tersebar. Tidak hanya kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan, tetapi, setiap kelas sosial, bangsa, ras, etnik, gender, dan sebagainya yang berada di dalam arena kekuasaan tersebut. Berdasarkan pemahaman di atas, Fakultas Ilmu Budaya UGM memosisikan kebudayaan sebagai:
Serangkaian praktik diskursif (fisikal maupun simbolik ideologis, individual maupun sosial) dalam rangka pertarungan maupun negosiasi kekuasaan antarindividu maupun antarkelompok sosial yang terlibat di dalamnya, yang berlangsung secara terus menerus, baik dalam batas lokal, nasional, maupun global, dengan relasi-relasi yang bervariasi sesuai dengan variasi konteks historis yang di dalamnya praktik-praktik itu berlangsung
Bagi Fakultas Ilmu Budaya, paradigma itu mampu mengintegrasikan berbagai disiplin seperti antropologi, arkeologi, pariwisata, sejarah, bahasa, sastra, relasi antarbudaya. Walaupun secara konvensional mempelajari bidang kajian yang spesifik, setiap disiplin tersebut tetap menempatkan bidang-bidang yang spesifik itu dalam perspektif kebudayaan sebagai praktik fisikal, sosial, dan ideologis dalam suatu proses yang kompleks. Secara lebih kongkret, hal tersebut berarti bahwa setiap disiplin harus memasukkan perspektif tersebut ke dalam program pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Untuk mengimplementasikan konsep ilmu budaya itu perlu disusun capaian pembelajaran lulusan Fakultas Ilmu Budaya.
1. Visi
Menjadi lembaga pendidikan dan penelitian kebudayaan berbasis riset mutakhir yang peduli pada kepentingan kemanusiaan dan berwawasan kebangsaan serta tanggap terhadap upaya bangsa untuk menjadi warga dunia yang setara dengan bangsa-bangsa lain.
2. Misi
Sehubungan dengan tantangan di atas kerja Fakultas Ilmu Budaya dalam empat tahun mendatang diarahkan pada 7 jalur utama:
a. Pengembangan kurikulum sarjana dan pascasarjana yang tanggap terhadap dinamika tantangan kehidupan bangsa
b. Penguatan kemampuan pengajar dan tenaga kependidikan agar mampu membawa Fakultas Ilmu Budaya menjadi fakultas riset yang mendasarkan proses pembelajaran pada hasil penelitian mutakhir dosen dan mahasiswa.
c. Penataan struktur kemahasiswaan yang mengarah pada proporsi mahasiswa pascasarjana lebih besar daripada mahasiswa sarjana
d. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang berperspektif budaya untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat luas
e. Penyelenggaraan secara berkelanjutan organisasi dan manajemen fakultas yang bermutu dan transparan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman
f. Penataan infrastruktur agar mendekati standar pelayanan minimum dosen dan mahasiswa guna menjadikan FIB arena akademik, sawah ladang pengetahuan yang produktif
g. Penataan budget yang memperkuat kinerja jurusan sebagai ujung tombak kerja akademik.
3. Tujuan
Menjadi Fakultas yang menghasilkan lulusan yang berpikir kritis dan berwawasan budaya yang mampu bersaing secara nasional dan internasional berlandaskan akar budaya Indonesia.
4. Sasaran
a. Terwujudnya fakultas sebagai institusi pendidikan tinggi dengan pembelajaran berbasis riset yang bersifat terbuka dan tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tanggap terhadap permasalahan masyarakat.
b. Tercapainya peningkatan kualitas riset yang dapat menjadi dasar untuk proses pembelajaran serta yang dapat andil dalam pengembangan riset internasional.
c. Tercapainya pengabdian masyarakat berperspektif budaya untuk membantu menyelesaikan permasalahan bangsa.
d. Tercapainya kesetaraan dalam bermitra dengan universitas-universitas bertaraf internasional.
e. Tercapainya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
f. Tercapainya tata kelola administrasi yang mendukung pengetahuan yang dijalankan dengan sistem yang rapi, transparan, dan memfasilitasi stakeholders.